INspirasi Al-Quran 1

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Inspirasi Al-Quran 2

Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.(QS. 24:1-5)

Inspirasi Hadits 1

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya orang yang tidak ada dalam dirinya sesuatu pun dari Al Qur'an laksana sebuah rumah yang runtuh." (Diterima oleh sahabat Ibnu Abbas, HR.At-Tirmidzi)

Inspirasi Hadits 2

Nabi Muhammad saw. bersabda, "Yang paling layak mengimami kaum dalam shalat adalah mereka yang paling fasih membaca Al Qur'an.(Diterima oleh Ibnu Mas'ud, HR. Muslim)

Kampung Quran

bermula dari sebuah mimpi,terwujud dalam sebuah bingkai Qur’ani,membentuk generasi yang cinta kalam Ilahi,Kampung Qur’an hadir membawa arti,penuh cinta berjuta aksi.

18/05/13

Tadabbur al-Quran

Adab membaca secara batin yang paling besar ialah memperhatikan (tadabbur) makna-makna Al-Qur’an. Arti Tadabbur ialah melihat dan memperhatikan kesudahan segala urusan dan bagaimana akhirnya. Tadabbur ini dekat dengan pengertian tafakkur (memikirkan). Hanya saya tafakkur ini lebih diartikan pemusatan hati atau pikiran ke dalil. Sementara tadabbur memusatkan perhatian ke kesudahan.
Allah yang  menurunkan Al-Qur’an telah menjelaskan kepada kita, bahwa Dia tidak menurunkannya melainkan agar ayat-ayatnya diperhatikan dan makna-maknanya dipahami. Firman-Nya,
“Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shad : 29)
“Mau apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu  bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (An-Nisa’ : 82)
Ibnu Abdil Barr meriwayatkan di dalam Jami’ul-Ilm, dari Ali Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Ketahuilah, tidak ada kebaikan dalam ibadah yang di dalamnya tidak ada pendalaman ilmu. Tidak ada kebaikan dalam ilmu yang di dalamnya tidak ada pemahaman. Tidak ada kebaikan di dalam bacaan yang di dalamnya tidak ada perhatian.”
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, “Aku lebih suka membaca idza zulzilat dan al-qari’ah sembari memperhatikan dua surat ini, daripada membaca Al-Baqarah dan Ali Imran secara serampangan.”
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Aku lebih suka membaca Al-Qur’an selama satu bulan daripada setengah bulan. Aku lebih suka membacanya setengah bulan daripada membacanya selama sepuluh hari. Aku lebih suka membacanya selama sepuluh hari daripada membacanya selama seminggu, selagi aku bisa berhenti dan memanjatkan doa.
Sebab membaca secara berlahan-lahan lebih membuka kesempatan untuk memperhatikan, dan memperhatikan ini merupakan tujuan yang diinginkan dari membaca.
Sebagaimana yang dikatakan seorang sastrawan Arab dan Islam, Musthafa Shadiq Ar-Rafi’y, bahwa Al-Qur’an adalah kalam yang berasal dari cahaya, atau cahaya dari kalam. Hal ini seperti yang digambarkan Allah sendiri,
“(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Mahatahu.”( Hud :1)
Sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits, bahwa keajaiban-keajabannya tidak pernah habis dan tidak dicipatkan untuk ditentang banyak orang. Siapa yang berkata dengannya, maka dia benar, siapa yang mengadili dengannya, maka dia akan berbuat adil, siapa yang berdoa dengannya, maka dia akan diberi petunjuk ke jalan yang lurus.
Siapa yang memperhatikan dan mendalami Al-Qur’an tentu akan mendapatkan kalimat-kalimat yang mengandung banyak makna, hikmah yang berharga, simpanan ma’rifat, hakikat wujud, rahasia kehidupan, alam gaib, simpanan-simpanan nilai, hukum-hukum yang menakjubkan, perumpamaan yang mengagumkan, ayat-ayat yang jelas, bukti keterangan yang nyata, peringatan yang keras dan lain sebagainya. Maka para ulama berkata, “Sesungguhnya di dalam Al-Qur’an terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan belakangan.” Ibnu Abbas berkata, “Sekiranya aku kehilangan tali pengikat onta, tentu aku bisa mendapatkannya di dalam Kitab Allah.” Semua masalah ini dapat diketahui jika ada perhatian yang terus menerus dan mendalam terhadap Al-Qur’an, bukan dengan serampangan dan tergesa-gesa.
Jika tidak memungkinkan bagi qari’ untuk memahami satu ayat kecuali dengan mengulangnya, maka hendaklah dia mengulangnya. Begitulah yang biasa dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, para shahabat dan orang-orang yang shahih dari salah umat ini, yaitu dengan mengulang bacaan sebagian ayat, agar lebih dapat memperhatikan dan agar lebih meresap.
Dari Abu Dzarr Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengimami shalat bersama  kami pada suatu malam. Beliau membaca ayat satu sayat yang diulang-ulang, yaitu,
“Jika engkau menyiksa mereka,m maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Maidah : 118)
Tamim Ad-Dary Radhiyallahu Anhu mendirikan shalat dan membaca satu ayat yang diulang-ulangnya hingga mendekati waktu subuh, yaitu firman Allah.
Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (Al-Jatsiyah : 21)
Kisah serupa tentang pengulangan pembacaan ayat ini juga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud (bin Mas’ud) , dan dia memulai surat Thaha. Ketika sampai ayat ‘Rabbi zidni ilma’, (Thaha : 114), dia mengulangnya hingga tiga kali.” (Dirawayatkan Abu Daud dengan sanad yang shahih).
Dari Urwan bin Az-Zubair, dia  berkata, “Aku masuk ke tempat Asma’ binti Abu Bakar (ibunya), yang saat itu dia sedang shalat, dan membaca ayat,
“Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka.” (Ath-Thur : 27)
Aku bangkit ikut shalat. Namun ketika aku merasa dia terlalu lama shalatnya, maka aku pun pergi ke pasar. Ketika kembali lagi, ternyata dia masih tetap di tempatnya dengan mengulang-ulang bacaan ayat itu.” (Diriwayatkan Ahmad).
Diriwayatkan bahwa suatu malam Amir bin Abdul Qais membaca Al-Mukmin atau yang juga dikenal dengan surat Ghafir. Ketika sampai ke ayat, “Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan.” (Al-Mukmin : 18), dia harus mengulang-ulangnya hingga waktu subuh.
Hal serupa juga diriwayatkan dari sejumlah tabi’in, seperti Sa’id bin Jubair Ar-Rabi’ bin Khutsaim dan lain-lainnya. Sebagian di antara mereka berkata, “Aku memulai suatu surat, lalu ada sebagian ayatnya yang menghentikan aku, karena aku harus mencurahkan perhatian padanya, hingga tiba waktu subuh.”
Sebagian yang lain berkata, “Setiap ayat yang belum kupahami dan hatiku tidak ada di dalamnya, maka aku tidak menghitung adanya pahala disana.”
Dari Abu Sulaiman Ad-Darany, dia berkata, “Aku benar-benar membaca satu ayat, dan aku tetap berkutat padanya selama empat malam atau lima malam. Sekiranya aku tidak memotong pemikiran yang hanya terpusat ke ayat itu, tentu aku tidak akan beralih ke ayat yang lain.”

sumber : alhikmah.ac.id

30/04/13

Kisah Masuk Islamnya Seorang Dokter Amerika Karena Satu Ayat al-Quran

Di salah satu rumah sakit amerika serikat, ada seorang dokter muslim bekerja dengan keilmuan yang sangat baik, sehingga memberi pengaruh besar untuk mengenal beberapa dokter Amerika. Dan dia, dengan kemampuan tersebut mengundang decak kagum mereka. Diantara para dokter Amerika ini, dia mempunyai satu teman akrab.Mereka berdua selalu bertemu dan keduanya bekerja pada bagian persalinan.

Pada suatu malam, di rumah sakit tersebut terjadi dua peristiwa persalinan secara bersamaan. Setelah kedua wanita itu melahirkan, dua bayi tersebut tercampur dan tidak ada yang mengetahui masing-masing pemilik kedua bayi yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan itu. Kerancuan ini terjadi disebabkan kecerobohan perawat yang seharusnya dia menulis nama ibu pada gelang yang diletakkan di tangan kedua bayi tersebut. Dan ketika kedua dokter tersebut tahu bahwa mereka berada dalam kebingungan; Siapakah ibu bayi laki-laki dan siapakah ibu bayi perempuan, maka dokter Amerika berkata kepada dokter Muslim,

“Engkau mengatakan bahwasanya Al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu dan engkau mengatakan bahwasanya Al-Qur’an itu mencakup semua permasalahan-permasalahan apapun. Maka tunjukkanlah kepadaku cara mengetahui siapa ibu dari masing-masing bayi ini..!!”
Dokter Muslim itupun menjawab,

“Ya, Al-Qur’an telah menerangkan segala sesuatu dan akan aku buktikan kepadamu tentang hal itu. Biarkan kami mendiagnosa ASI kedua ibu dan kami akan menemukan jalan kelua”.

Setelah nampak hasil diagnosa, dengan sangat percaya diri dokter muslim itu memberitahu temannya si dokter Amerika, siapakah ibu sebenarnya dari masing-masing bayi tersebut Dokter Amerika itupun terheran-heran dan bertanya, Bagaimana kamu tahu?


Dokter Muslim menjawab

“Sesungguhnya hasil yang nampak menunjukkan bahwasanya kadar banyaknya ASI pada payudara ibu si bayi laki-laki dua kali lipat kandungannya dibanding ibu si bayi perempuan. Perbandingan kadar garam dan vitamin pada ASI si ibu bayi laki-laki itu juga dua kali lipat dibanding ibu si bayi perempuan”

Kemudian dokter muslim tersebut membacakan ayat Al-Qur’an yang dia jadikan dasar argumen dari jalan keluar itu,

“Bagi laki-laki seperti bagian dua perempuan”. (QS. An-Nisa:11)

Dan setelah mendengarkan dokter Amerika itu arti ayat tersebut, dia jadi bengong, dan dia menyatakan keislamannya secara spontan tanpa ragu-ragu. Subhanallah, Maha Suci Allah Robb semesta alam.

28/04/13

Kampung Quran : 31 Santri Mengikuti Ujian Tahsin Tilawah

Kampung Quran, Ahad sore, 28/04/2013 sebanyak 31 santri usia SD sampai SMP hadir saat ujian Tahsin Tilawah Kampung Quran di Masjid Al-Furqon, Kp. Ciseah 02/02 Ds. Pameuntasan Kutawaringin Kab. Bandung berjalan dengan lancar, nampak para peserta menikmati setiap proses ujian prakteknya.

Ujian yang dilaksanakan selepas ashar sampai jam 17:30 WIB ini santri-santri diuji dalam kemampuan bacaannya secara tartil sesuai kaidah Tajwid sehingga diharapkan para santri baik dan benar dalam bacaan Al-Qurannya. Ujian ini didampingi oleh dua orang guru dimana masing-masing peserta mendapat dua kali pengujian.

InsyaAllah, hasil dari ujian tersebut akan diumumkan pada hari senin malam, bagi santri terbaik dalam ujian tersebut akan mendapatkan 9 Al-Quran, 3 Piala, dan beasiswa tahfidz kepada masing-masing juara.

"Semoga dengan diadakannya test tersebut memicu motivasi dan semangat untuk memaksimalkan kemampuan yang dimiliki para santri dan berusaha memberikan yang terbaik disetiap kesempatannya." tandas Ust. Gilang yang juga sebagai tim penguji ujian Tahsin. (aQu)

21/04/13

Mukjizat Al-Quran : Suara Semut

Banyak para peneliti yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam melakukan kontrol terhadap serangga dan memonitoring frekuensi suara yang berasal darinya, namun mereka tidak mendapatkan kemampuan untuk mengkonfirmasi hal tesebut kecuali hanya mampu merekam suara
yang dihasilkan oleh semut! Tujuannya adalah untuk melacak keberadaan semut yang berada pada tanaman pertanian namun mereka tidak menemukan cara yang lebih efisien untuk melacak suara semut!
Namun yang mengejutkan para ilmuwan adalah bahwa frekuensi suara yang dihasilkan oleh semut bervariasi dari satu semut ke semut yang lainnya,  dan dari satu jenis semut dengan jenis yang lainnya serta dari satu posisi ke posisi lain! Paling tidak ada 12 ribu macam semut di dunia ini, dan jumlah semut di bawah tanah lebih banyak dari jumlah manusia berlipat ganda, dan oleh karena jumlah yang begitu besar itulah membuat bingung para peneliti bagaimana cara berinteraksi dengan suara-suara tersebut.
Mereka telah mampu merekam suara yang berbeda terhadap semut, dan penelitian ini telah diterbitkan pada majalah Journal of sound and vibration (jurnal tentang suara dan getaran) pada tahun 2006, dan suara yang pertama kali didengar manusia di dalamnya adalah
benar-benar suara semut!
Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa semut mengalahkan manusia dalam indera pendengaran, dan ilmuwan menduga bahwa semut menggunakan antenna untuk transmisi dan menerima frekuensi suara,
dan semut menggunaka sinyal suara yang besar seperti perangkat penerima suara modern saat ini, namun dapat langsung hilang dan berubah oleh berbagai efek apapun dalam proses penyaringan atau pemurnian suara, untuk membedakan antara semut dengan yang lainnya! Ini adalah sistem yang sangat canggih dalam berkomunikasi yang tidak diketahui oleh para ilmuwan dan tidak mampu diungkap kecuali pada masa sekarang ini, namun Al-Qur'an yang mulia telah membicarakan hal ini dan memberitahu kita bahwa semut dapat berbicara:
حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari";
Seorang mukmin tidak memiliki pengetahuan ini kecuali akan berkata: Subhanallah!

--------------------
Oleh: Abduldaem Al-Kaheel

Metode Menghafal Alquran Terbaik Terdapat di Maroko

Penduduk muslim di Maroko dalam upaya menghafal surat Alquran ternyata dengan cara yang khas. Penghafalnya akan menulis ayat alquran yang akan dihafal pada papan tulis – Indonesia mengenalnya dengan istilah lauh. Papan tersebut berukuran kurang lebih 50 cm yang berbentuk persegi panjang. Agar memudahkan dalam menulis ayat-ayat Alquran papan tersebut diberi beberapa garis.

Calon penghafal atau hafidz biasanya merupakan penduduk yang berada di sekitar lingkungan masjid. Mereka rutin menulis semua ayat Alquran yang hendak dihafalnya setiap hari. Alat tulis yang digunakannya adalah sebuah pensil yang terbuat dari bambu dengan tinta khusus. Di sinilah para penghafal memulai menorehkan beberapa ayat yang dihafalnya pada sebuah papan tulis yang telah disediakan.

Sebagian penghafal menuliskan sebanyak 5 sampai 50 ayat tergantung tingkat kemampuan atau yang dinginkan. Setelah itu papan dipenuhi dengan ayat Alquran yang akan dihafalkan. Selanjutnya adalah tugas sang guru untuk meneliti dan memeriksa kemudian mengoreksi hasil tulisan para calon hafidz yang tengah menghafal.

Lalu para guru menghitung kebenaran hafalan santri. Yang terakhir semua tulisan dicek untuk hasil akhir sebelum menghafal dimulai dan santripun mulai membaca dengan di ulang-ulang dengan posisi badan menghadap ke papan tulis. Demikianlah sekilas tentang, "Metode Menghafal Alquran Terbaik Terdapat di Maroko".

Sumber : forum.kompas.com

Tafsir al-Quran : Pengantar Ilmu Tafsir

Oleh Ustadz Ridwan Hamidi, Lc. MA
Tafsir berasal dari kata al fusru yang mempunyai arti al-ibanah wa al-kasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu). Makna ini sesuai dengan surat Al Furqan ayat 33, “wa laa ya’ tuunuka bimatsalin illa ji’ naaka bil haqqi wa ahsana tafsiirin.”
Menurut pengertian terminologi, seperti dinukil Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam Az-Zarkasyi, tafsir ialah ilmu untuk memahami kitab Allah subhaanahu wa ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya.
Urgensi Tafsir Al Qur’an dalam Islam
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melalui malaikat Jibril dalam bahasa Arab dengan segala macam kekayaan bahasanya. Didalamnya terdapat penjelasan mengenai dasar-dasar aqidah, kaidah-kaidah syari’at, asas-asas perilaku, menuntun manusia ke jalan yang lurus dalam berpikir dan beramal. Namun, Allah subhaanahu wa ta’ala tidak memberi perincian-perincian dalam masalah-masalah itu sehingga banyak lafal Al-Qur’an yang membutuhkan tafsir, apalagi sering menggunakan susunan kalimat yang singkat namun luas pengertiannya. Dalam lafazh yang sedikit saja dapat terhimpun sekian banyak makna. Untuk itulah, diperlukan penjelasan berupa tafsir Al-Qur’an.
Sejarah Tafsir Al-Qur’an
Sejarah ini diawali pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika masih hidup. Seringkali timbul beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat. Untuk itu, mereka dapat langsung menanyakannya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Secara garis besar, ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur’an, yaitu:
  1. Al-Qur’an itu sendiri, terkadang satu masalah yang dijelaskan secara global disatu tempat, dijelaskan secara lebih terperinci diayat lain.
  2. Disaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, para sahabat dapat bertanya langsung kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tentang makna suatu ayat yang tidak mereka pahami, atau mereka berselisih paham tentangnya.
  3. Ijtihad dan pemahaman mereka sendiri, karena mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya. Tafsir yang berasal dari para sahabat, dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur ulama karena disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, terutama pada masalah azbabun nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat dimasuki ra’yi, maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri selama tidak disandarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan Al Qur’an antara lain: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Zubair. Pada masa ini belum terdapat satu pun pembukuan tafsir dan masih bercampur dengan hadits.
Setelah generasi sahabat, datanglah generasi tabi’in yang belajar Islam melalui para sahabat di wilayah masing masing. Ada tiga kota utama sebagai pusat pengajaran Al Qur’an yang masing-masing melahirkan madrasah atau madzhab tersendiri seperti Mekkah dengan madrasah Ibnu Abbas dengan murid-murid antara lain: Mujahid bin Jabir, Atha bin Abi Rabbah, Ikrimah, Thawus bin Kaisan Al Yamani, dan Said bin Jabir. Madinah, dengan madrasah Ubay bin Ka’ab, dengan murid-murid: Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi, Abu Al-Aliyah Ar riyahi dan Zaid bin Aslam, dan Irak dengan madrasah Ibnu Mas’ud, dengan murid-murid: Al-Hasan Al Bashri, Masruq bin Al-Ajda, Qatadah bin Di’amah As Saduusi, dan Murrah Al-Hamdani.
Pada masa ini, tafsir masih bagian dari hadits, namun masing-masing madrasah meriwayatkan dari guru-guru mereka sendiri. Ketika datang masa kodifikasi hadits, riwayat yang berisi tafsir sudah menjadi bab tersendiri, namun belum sistematis hingga masa dipisahkannya antara hadits dan tafsir menjadi kitab tersendiri. Usaha ini dilakukan oleh para ulama seperti Ibnu Majah, Ibnu Jarir Ath Thabari, Abu Bakr bin Al Munzir An Naisaburi dan lainnya. Metode pengumpulan inilah yang disebut tafsir bi Al-Matsur.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah menuntut pengembangan metode tafsir dengan memasukkan unsur ijtihad yang lebih besar. Meskipun begitu, mereka tetap berpegang pada tafsir bi Al-Matsur, dan metode lama dengan pengembangan ijtihad berdasarkan perkembangan masa tersebut. Hal ini melahirkan tafsir bi Al-Ra’yi dimana ruang lingkup ijtihad lebih luas dibandingkan masa sebelumnya.
Bentuk Tafsir Al-Qur’an
Ada berbagai bentuk tafsir Al-Qur’an, namun bentuk yang paling penting untuk dikenal ada dua, yaitu:
Tafsir bi Al-Ma’tsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata “atsar” yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran, seorang mufasir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya, hingga kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tafsir bi Al-Ma’tsur adalah tafsir berdasar pada kutipan-kutipan yang shahih, yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an; Al Qur’an dengan sunnah, karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah; dengan perkataan sahabat, karena merekalah yang dianggap paling mengetahui Kitabullah; dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in, karena mereka pada umumnya menerimanya dari sahabat. Contoh tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an seperti “wa kuluu wasyrobuu hattaa yatabayyana lakumul khaithul abyadhu minal khathil aswadi minal fajri..” (QS. Al-Baqarah: 187).
Kata “minal fajri” adalah tafsir bagi apa yang dikehendaki dari kalimat “al khaitil abyadhi”.
Contoh tafsir Al-Qur’an dengan sunnah seperti “Alladzina amanuu lam yalbisu iimaanahum bizhulmin.” (QS. Al An’am: 82).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menafsirkannya dengan mengacu pada ayat, “innasy syirka lazhul mun ‘azhiim.” (QS. Luqman: 13).
Dengan itu, beliau menafsirkan makna “zhalim” dengan syirik. Tafsir bi Al-Ma’tsur yang terkenal antara lain: tafsir Ibnu Jarir, tafsir Abu Laits As Samarkandy, tafsir Ad Durul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur (karya Jalaluddin As Suyuthi), tafsir Ibnu Katsir, tafsir Al Baghawy, dan tafsir Baqy bin Makhlad.
Tafsir bi Ar-Ra’yi
Perkembangan zaman menuntut pengembangan metode tafsir yang disebabkan tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah, maka ilmu tafsir membutuhkan peran ijtihad yang lebih besar dibandingkan dengan tafsir bi Al-Matsur. Dengan bantuan ilmu bahasa Arab, ilmu qira’ah, ilmu Al-Qur’an, ilmu hadits, ushul fiqh, dan ilmu-ilmu lain, seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menjelaskan dan mengembangkan maksud ayat dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada. Namun, tidak semua hasil tafsir yang mereka tulis bisa diterima karena merupakan hasil ijtihad yang berpeluang untuk benar dan salah.
Beberapa tafsir bi Ra’yi yang terkenal antara lain: tafsir Al Fakhrur Razy, tafsir Abu Suud, tafsir Al-Khazin.
Metodologi tafsir Al Qur’an
Metodologi tafsir dibagi menjadi empat macam, yaitu metode tahlili, ijmali, muqaron, dan maudlu’i.
Metode Tahlili (analitik)
Metode tahlili adalah metode tafsir Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan Al-Qur’an dengan mengurai berbagai sisinya dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al Qur’an. Metode ini merupakan metode yang paling tua dan sering digunakan.
Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat, kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al Qur’an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqh, dalil syar’I, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, dan lain sebagainya.
Metode Ijmali (global)
Metode ini berusaha menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili, namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar. Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh tiap lapisan dan tingkatan ilmu kaum muslimin.
Metode Muqarran
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir, dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.
Metode Maudhui (tematik)
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya.
Dikutip dari Buletin An-Naba’ Edisi 11 Tahun ke-2

Mukjizat Al-Quran : Tidak ada tahun berlalu tanpa turun hujan

Allah SWT berfirman:
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ
Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu”. (Al-Hijr:21)
Para mufassir berkata: tidak ada satu tahun berlalu turun hujan lebih labih banyak atau lebih sedikit, namun kadang diturunkan hujan pada satu kaum atau diharamkan pada yang lainnya yang ada dilautan.
Bahwa tafsir ini menurut para ulama tafsir lebih dari 7 abad yang lalu, pada saat eropa diliputi oleh khurafat dan dongeng-dongeng, namun para ulama kita telah memahami dari kitab Allah dan sunnah Rasulullah saw bahwa jumlah yang berjatuhan setiap tahunnya tetap tidak berubah, dan inilah ditemukan pada abad dua puluh ini!!
Pertanyaan kami untuk mereka yang meragukan kebenaran Al-Qur’an dan menganggapnya sebagai kitab biasa: darimana datangnya Ibnu Katsir, sementara dirinya hidup pada abad 6 hijriyah akan informasi ini!!! Jawaban dengan sangat sederhana: datang dari Al-Quran dan sunnah nabi saw yang berkata:
Tidak ada tahun berlalu kecuali ada hujan namun Allah yang berkuasa mengaturnya”. (Hakim)
Dalam penelitian ditetapkan bahwa jumlah air yang turun pada setiap tahunnya adalah tetap.
 --------------------
Oleh: Abduldaem Al-Kaheel

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More